Warga Pertanyakan Retribusi, Jalan Rusak Menuju Pantai Sayang Heulang Jadi Cermin Buram Pariwisata Garut Selatan

Loading

Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Potret muram pariwisata Garut bagian selatan kembali jadi sorotan. Akses jalan menuju destinasi unggulan Pantai Sayang Heulang, Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat, kini bak kubangan besar yang menghalangi kenyamanan wisatawan. Jalan berlubang, becek, dan tergenang air saat hujan membuat jalur itu lebih mirip kolam tanpa ikan daripada pintu masuk objek wisata andalan.

Ironisnya, meski retribusi wisata terus dipungut setiap wisatawan masuk, perbaikan jalan nyaris tak pernah dirasakan. Kondisi ini memicu kekecewaan publik dan mempertajam pertanyaan: ke mana sebenarnya larinya uang retribusi wisata Pantai Sayang Heulang?

Jalan Berlubang dan Kubangan Raksasa

Pantai Sayang Heulang selama ini dikenal dengan hamparan pasir putih, ombak menawan, serta panorama laut selatan yang eksotis. Namun sebelum bisa menikmati keindahan itu, wisatawan harus melewati tantangan berat: jalan rusak parah.

Sepanjang jalur masuk, lubang-lubang besar menganga, sebagian tertutup genangan air. Saat hujan, jalan berubah menjadi kubangan raksasa yang sulit dilalui, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Tidak sedikit kendaraan wisatawan mogok atau bahkan terjebak di tengah jalan.

“Kalau musim hujan seperti ini, mobil pribadi bisa slip, motor lebih parah. Wisatawan sering kesal duluan sebelum sampai pantai. Kondisi ini memalukan dan seolah-olah pemerintah tidak peduli,” keluh salah seorang pedagang warung kecil yang sudah bertahun-tahun berjualan di kawasan pantai. Sabtu, (04/10/2025).

Retribusi Jalan Terus, Perbaikan Tak Kunjung Nyata

Fakta yang membuat warga semakin geram adalah soal retribusi. Berdasarkan data, setiap wisatawan dikenai tiket masuk Rp10.000 hingga Rp15.000 per orang. Saat akhir pekan atau musim liburan, ribuan orang memadati kawasan tersebut. Artinya, potensi pemasukan dari tiket masuk mencapai angka yang tidak kecil.

“Kalau dihitung-hitung, PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari Sayang Heulang bisa puluhan bahkan ratusan juta rupiah setiap bulannya. Tapi kenyataannya, jalan menuju pantai tetap rusak. Ini pertanyaan besar yang harus dijawab Pemkab Garut, khususnya Dinas Pariwisata,” tegas salah satu tokoh masyarakat setempat.

Menurutnya, pungutan retribusi hanya akan dianggap sebagai “pajak jalanan” jika tidak ada bentuk nyata perbaikan. “Masyarakat itu butuh bukti, bukan janji,” tambahnya.

Ekonomi Lokal Ikut Terdampak

Kondisi buruk akses jalan tidak hanya membuat wisatawan kecewa, tetapi juga menggerus pendapatan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari sektor wisata. Pedagang kecil, pemilik homestay, hingga penyedia jasa wisata mengaku omzet mereka menurun karena banyak pengunjung enggan kembali setelah mengalami kesulitan di akses jalan.

“Pariwisata itu bukan sekadar pantai indah. Wisatawan mencari kenyamanan, fasilitas, dan akses yang layak. Kalau jalan seperti kubangan, siapa yang mau balik lagi? Akhirnya yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi kami juga masyarakat kecil,” ujar seorang pengelola homestay di Pameungpeuk.

Bagi masyarakat sekitar, pariwisata Sayang Heulang sejatinya adalah harapan. Dengan pengelolaan yang baik, pantai itu bisa menjadi sumber ekonomi berkelanjutan. Namun potensi emas ini terancam pudar karena buruknya manajemen.

Warga Tuntut Transparansi Pemkab Garut

Sorotan tajam kini mengarah kepada Pemkab Garut dan Dinas Pariwisata. Warga menuntut agar pemerintah terbuka soal pengelolaan retribusi. Mereka mendesak transparansi laporan keuangan, termasuk berapa jumlah retribusi yang terkumpul setiap bulan dan bagaimana penggunaannya.

“Kalau PAD besar tapi kondisi jalan begini, jelas ada yang tidak beres. Jangan sampai retribusi hanya jadi ajang pungutan tanpa hasil. Kami warga menuntut transparansi dan tindakan nyata,” ungkap salah satu warga dengan nada kesal.

Pariwisata Garut Selatan di Persimpangan

Pantai Sayang Heulang hanyalah satu dari sekian banyak destinasi wisata di pesisir selatan Garut. Namun jika akses jalan menuju ikon wisata saja diabaikan, dikhawatirkan hal ini akan menjadi cermin buruk pengelolaan pariwisata daerah.

Analis pariwisata lokal menilai, jika kondisi ini terus berlanjut, wisatawan akan beralih ke daerah lain yang menawarkan kenyamanan lebih baik. Akibatnya, Garut bisa kehilangan daya tarik wisata dan dampak ekonomi bagi masyarakat akan semakin tergerus.

“Wisata itu bukan hanya menjual alam. Infrastruktur dan pelayanan publik adalah wajah dari pariwisata itu sendiri. Kalau akses saja dibiarkan rusak, itu sama saja membunuh pariwisata secara perlahan,” kata salah seorang pemerhati pariwisata Garut.

Publik Tunggu Aksi Nyata, Bukan Janji

Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut belum memberikan tanggapan resmi atas keluhan masyarakat. Publik kini menunggu bukti nyata berupa perbaikan jalan dan peningkatan fasilitas.

Jika tidak segera ditangani, akses menuju Pantai Sayang Heulang bukan hanya akan menjadi “kubangan abadi”, tetapi juga kuburan bagi harapan besar pariwisata Garut selatan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *