![]()
Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Di sebuah sudut tenang Kampung Panunggangan, Desa Sukabakti, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut,Jawa Barat, nama Oi Sudarsono begitu dikenal oleh warganya. Ia bukan pejabat tinggi, bukan pula pengusaha besar. Namun bagi ratusan warga di lingkungannya, pria sederhana ini adalah sosok penting yang tak kenal lelah memastikan air kehidupan terus mengalir setiap hari.
Sebagai Ketua RW 02 sekaligus Pengurus Kelompok (PK) Tirta Mandiri, Oi memikul tanggung jawab besar dalam mengelola sistem air bersih yang menjadi sumber utama kebutuhan masyarakat. Bersama dua rekan setianya, Pak Entang (57) dan Pak Enoy (45), ia menjalankan peran yang mungkin jarang terlihat, tetapi sangat vital: menjaga agar setiap rumah di Panunggangan tidak kekurangan air bersih.
Bekerja Siang Malam Demi Air Kehidupan
Di sela kesibukan warganya, Oi kerap terlihat memanggul pipa, memeriksa sambungan, atau memperbaiki keran induk yang bocor. Tak jarang ia harus turun ke lokasi pada malam hari ketika warga lain tengah beristirahat.
“Kalau ada gangguan di jaringan air, mau tidak mau harus langsung kami tangani. Nggak kenal waktu siang atau malam, tetap kami perbaiki,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (04/11/2025).
Baginya, pelayanan air bersih adalah tanggung jawab sosial. Bukan sekadar pekerjaan, melainkan bentuk pengabdian kepada lingkungan. Ia menyadari, air merupakan kebutuhan paling mendasar. Jika air berhenti mengalir, maka kehidupan pun ikut tersendat.
“Kalau air macet, warga pasti panik. Karena air ini kebutuhan pokok. Jadi kami berusaha secepat mungkin memperbaikinya biar warga nggak kesulitan,” tambah Oi dengan nada penuh kepedulian.
Gotong Royong yang Tak Pernah Padam
Dalam menjalankan tugasnya, Oi tidak bekerja sendiri. Ia didukung penuh oleh dua sahabatnya, Pak Entang dan Pak Enoy, yang sudah bertahun-tahun menjadi tenaga lapangan Tirta Mandiri.
Keduanya mengaku sudah terbiasa menghadapi segala situasi, dari cuaca buruk hingga kondisi medan yang berat. Mereka kerap harus berjalan jauh, membawa alat seadanya, bahkan turun ke parit berlumpur demi memperbaiki sambungan pipa yang bocor.
“Kalau sudah ada laporan air nggak keluar, langsung kami cek. Kadang sampai larut malam, bahkan tengah hujan,” tutur Pak Entang sambil tersenyum.
Bagi mereka, kerja keras ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak ada gaji besar atau fasilitas mewah, namun ada kepuasan batin yang tidak ternilai: melihat warga bisa menikmati air bersih setiap hari tanpa kesulitan.
Sistem Sederhana, Pelayanan Maksimal
Tirta Mandiri, sistem air bersih yang dikelola Oi dan timnya, beroperasi secara swadaya. Warga dikenakan tarif per kubik Rp4.000 per Kepala Keluarga dengan pemakaian kurang lebih empat kubik Pemakaian Minimum (KPM) dengan tambahan Rp5.000 per bulan untuk biaya beban.
Dengan tarif yang sangat terjangkau itu, rata-rata pemakaian warga mencapai kurang lebih empat kubik per bulan, cukup untuk kebutuhan rumah tangga.
“Kami nggak cari untung besar, yang penting pelayanan jalan dan semua kebagian air. Sistem ini kami bangun dari warga, untuk warga,” jelas Oi.
Meski demikian, tantangan kerap muncul. Mesin pompa kadang rusak karena usia pakai, pipa utama bocor, atau debit air menurun saat musim kemarau panjang. Namun, di sinilah semangat gotong royong warga Panunggangan benar-benar terasa.
“Kalau ada kerusakan besar, biasanya warga ikut bantu. Ada yang bantu tenaga, ada juga yang bantu bahan. Jadi terasa betul nilai kebersamaan di kampung ini,” kata Oi dengan nada bangga.
Kebahagiaan yang Mengalir dari Kesederhanaan
Oi Sudarsono mengaku, selama bertahun-tahun memimpin Tirta Mandiri, hal yang paling membahagiakan bukanlah pujian atau penghargaan, melainkan melihat warganya bisa hidup nyaman dan sehat.
“Saya senang kalau lihat ibu-ibu bisa masak tanpa repot ambil air jauh, atau anak-anak bisa mandi bersih tiap pagi. Itu jadi kepuasan tersendiri,” ucapnya haru.
Kini, Tirta Mandiri bukan hanya sekadar pengelola air bersih. Lebih dari itu, lembaga ini telah menjadi simbol kemandirian dan solidaritas warga Panunggangan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka secara mandiri, tanpa menunggu bantuan besar dari pihak luar.
Apresiasi dari Pemerintah Desa
Kepala Desa Sukabakti, Wawan Gunawan, memberikan apresiasi tinggi atas pengabdian Oi dan timnya. Menurutnya, Oi adalah sosok yang menjadi teladan dalam memupuk semangat kebersamaan di masyarakat.
“Pak Oi ini luar biasa. Dia tidak hanya bekerja, tapi mengabdi. Air bersih ini bukan hanya urusan teknis, tapi bukti nyata dari rasa peduli dan tanggung jawab sosial. Apa yang dilakukan Oi adalah bentuk kecil dari cinta besar kepada warganya,” ujar Wawan.
Ia menegaskan, pemerintah desa akan terus memberikan dukungan moral dan, bila memungkinkan, bantuan sarana pendukung agar sistem air bersih di RW 02 dapat semakin berkembang dan bertahan lama.
Harapan untuk Masa Depan
Oi pun berharap, ke depan, sistem Tirta Mandiri bisa lebih baik dengan dukungan alat yang lebih modern dan pipa cadangan baru. Ia juga ingin agar semangat gotong royong warga tetap terjaga meski zaman terus berubah.
“Kalau ada bantuan, misalnya untuk pompa baru atau pipa cadangan, itu akan sangat membantu. Karena selama ini semua dikelola secara swadaya. Tapi saya yakin, selama warga masih kompak, air kehidupan ini akan terus mengalir,” pungkasnya.
Air yang Mengalirkan Nilai Kehidupan
Kisah Oi Sodaraono dan tim kecilnya menjadi pengingat bahwa pengabdian tidak selalu datang dari jabatan tinggi atau anggaran besar. Di balik sederas aliran air yang menghidupi ratusan rumah, tersimpan kerja keras, ketulusan, dan semangat gotong royong yang tulus dari warga Panunggangan.
Air yang mereka alirkan bukan sekadar cairan yang menghilangkan dahaga, tetapi simbol kehidupan, persaudaraan, dan pengabdian tanpa pamrih. (*)
