![]()
Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Sebuah surat terbuka dari Undang Herman, pengurus Forum Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih Kabupaten Garut, Jawa Barat memantik gelombang reaksi publik setelah diunggah di akun Facebook pribadinya. Isi surat tersebut menampilkan potret buram pelaksanaan Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) di Jawa Barat, program yang berada di bawah payung Instruksi Presiden No. 9 dan No. 17 Tahun 2025 dan digadang sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan.
Surat itu tidak hanya berisi keluh kesah, tetapi menggambarkan indikasi kelemahan koordinasi, minimnya tanggung jawab, serta potensi maladministrasi dalam pelaksanaan bimtek KDMP yang sifatnya wajib dan masif. Undang menegaskan bahwa para pengurus KDMP, termasuk dirinya, telah bekerja selama lima bulan penuh tanpa menerima kompensasi apa pun. Seluruh tenaga, waktu, dan biaya pengorbanan pribadi dikerahkan dengan keyakinan bahwa mereka sedang berperan dalam program strategis nasional.
Namun keyakinan itu runtuh saat bimtek serentak digelar di berbagai kota di Jawa Barat, termasuk pelaksanaan untuk wilayah Priangan Timur di Kota Tasikmalaya.
Ribuan peserta yang datang dari beragam kecamatan, sebagian dari daerah pelosok Garut, mengaku tidak mendapatkan uang transportasi maupun uang duduk.
Perjalanan Jauh, Pulang dengan Tangan Kosong
Laporan yang dihimpun Undang dari para peserta menunjukkan situasi yang memilukan. Ada pengurus yang berangkat dari Talegong dengan motor bertiga, menempuh perjalanan panjang, kehujanan, dan tiba di lokasi pelatihan dalam kondisi lelah. Bukan hanya mereka tidak memperoleh kompensasi biaya perjalanan, tetapi banyak yang pulang tanpa bekal apa pun.
Panitia pelaksana bimtek beralasan bahwa penggantian biaya transportasi dan uang duduk akan ditransfer kemudian. Namun bagi peserta dengan kemampuan ekonomi terbatas, janji itu hanya menambah tekanan. Dalam suratnya, Undang mempertanyakan logika kebijakan tersebut.
“Apakah bensin bisa ngutang di POM? Apakah makan di warteg bisa ngutang? Apakah keluarga di rumah bisa menunggu penjelasan tanpa kepastian?” tulisnya, menggambarkan kondisi lapangan yang jauh dari ideal.
Peserta Sakit, Panitia Menghilang
Surat tersebut juga menyinggung adanya peserta yang jatuh sakit akibat kelelahan mengikuti kegiatan tanpa dukungan fasilitas dan perhatian. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai standar penyelenggaraan bimtek yang seharusnya memperhatikan keselamatan dan kenyamanan peserta.
Lebih jauh, upaya koordinasi dari para pengurus KDMP di daerah pun menemui kebuntuan. Undang menyoroti sulitnya menjalin komunikasi dengan Satgas KDMP tingkat kabupaten yang dipimpin langsung oleh para bupati untuk sekadar menanyakan kejelasan regulasi dan mekanisme pelaksanaan program.
“Kami ingin bertemu dengan Ketua Satgas KDMP (Bupati), tetapi begitu sulit untuk mendapatkan akses. Padahal kami hanya meminta penjelasan agar tidak salah langkah dalam menjalankan tugas negara,” ujarnya.
Indikasi Salah Kelola dan Minimnya Kendali Pemerintah Daerah
Keluhan yang disampaikan Undang memberikan gambaran kuat bahwa ada masalah serius dalam tata kelola pelaksanaan program KDMP di lapangan. Ketidaksiapan panitia, buruknya manajemen logistik, minimnya transparansi anggaran bimtek, hingga lemahnya pengawasan dari pemerintah kabupaten, menjadi rangkaian persoalan yang tidak bisa dianggap sepele.
Program yang seharusnya memperkuat ekonomi masyarakat akar rumput justru berpotensi mencederai semangat para penggeraknya. Ketika relawan yang bekerja tanpa bayaran merasa diabaikan dan diperlakukan tidak adil, maka legitimasi dan kepercayaan terhadap program nasional pun ikut dipertaruhkan.
Harapan untuk Evaluasi Serius
Di akhir suratnya, Undang tetap menutup dengan bahasa hormat, namun menyiratkan rasa kecewa yang mendalam. Ia berharap pemerintah pusat, melalui kementerian dan lembaga terkait, serta pemerintah daerah dapat menjadikan keluhan ini sebagai bahan evaluasi menyeluruh.
“Kami mohon maaf atas surat terbuka ini. Kami hanya berharap perjuangan kami dihargai dan kejadian seperti ini tak terulang kembali,” tulisnya.
Suara Undang mewakili ribuan pengurus dan peserta KDMP yang terlibat langsung di lapangan. Ketika program bertujuan mulia tetapi pelaksanaannya cacat, kritik seperti ini bukan hanya wajar, tetapi perlu didengar. Pemerintah kini ditunggu langkah tegasnya: apakah memperbaiki, atau membiarkan kekecewaan ini tumbuh menjadi ketidakpercayaan publik yang lebih besar. (*)
