Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Pagi kemarin di halaman Satpas SIM Polres Garut sudah ramai. Satu per satu warga datang, sebagian dengan wajah cemas. Namun, kegelisahan itu seolah mencair ketika seorang polisi menyambut mereka dengan senyum lebar. Dialah Aiptu Tata Setiawan, Baur SIM Satlantas Polres Garut, sosok yang dikenal ramah, kharismatik, dan dekat dengan siapa pun yang menemuinya.
Tidak ada jarak antara Tata dengan masyarakat. Bahasanya sederhana, sikapnya menenangkan, dan penjelasannya mudah dipahami. Bagi warga, ia bukan sekadar polisi di balik meja pelayanan, melainkan sahabat yang siap membantu.
“Melayani masyarakat bukan hanya soal aturan, tapi juga soal menghargai dan membuat mereka merasa nyaman,” ujar Aiptu Tata Setiawan ketika ditemui di ruang kerjanya, sederhana tapi penuh suasana kekeluargaan. Sabtu, (30/08/2025).
Dari Stigma Kaku ke Wajah Humanis
Banyak orang menganggap kantor polisi sebagai tempat penuh prosedur dan suasana kaku. Tapi bersama Tata, kesan itu berubah. Ia sabar meladeni pertanyaan, tak segan mengulang penjelasan bagi warga yang belum paham proses perpanjangan SIM.
Seorang pemohon SIM asal Tarogong Kidul bahkan mengaku awalnya gugup. “Saya kira bakal ribet. Ternyata Pak Tata ramah sekali. Dijelaskan pelan-pelan, sampai saya merasa tenang,” katanya.
Sahabat Media
Tak hanya bagi masyarakat, Tata juga akrab dengan para wartawan. Mereka menyebutnya polisi yang tak pernah menutup diri. Informasi selalu disampaikan dengan terbuka, terutama saat operasi lalu lintas digelar.
“Pak Tata itu sangat kooperatif. Berita kami jadi akurat karena beliau mau menjelaskan detail,” ungkap seorang jurnalis senior Garut.
Ramah tapi Tegas
Meski penuh keramahan, Tata tetap tegas menegakkan aturan. Ia menegaskan bahwa SIM bukan sekadar formalitas, tapi bukti kemampuan berkendara. “Kalau hanya karena takut ditilang, kesadarannya belum cukup. SIM itu simbol keselamatan,” ucapnya.
Dalam Operasi Patuh 2025, misalnya, peningkatan 25 persen pemohon SIM menjadi bukti bahwa penegakan hukum mampu mendorong kesadaran baru di tengah masyarakat.
Pendampingan di Uji Praktik
Tantangan terbesar selalu ada pada uji praktik. Tata melihatnya sebagai momen edukasi, bukan momok. Ia mendorong pemohon untuk berlatih, bahkan menghadirkan petugas pendamping agar masyarakat lebih percaya diri.
“Gagal sekali bukan berarti gagal selamanya. Bisa mengulang tanpa biaya tambahan. Yang penting, datang dengan kesiapan,” katanya memberi semangat.
Harapan yang Sederhana
Di balik sikap ramah dan wibawanya, Tata menyimpan harapan sederhana: masyarakat Garut lebih tertib di jalan. Baginya, SIM hanyalah alat. Yang utama adalah kesadaran disiplin dan keselamatan.
“Kalau punya SIM tapi ugal-ugalan, sama saja bohong. Harapan saya, SIM jadi cermin perilaku berkendara yang baik,” pungkasnya.
Dengan senyum tulus dan kata-kata menenangkan, Aiptu Tata Setiawan menghadirkan wajah humanis kepolisian: polisi yang dekat dengan masyarakat, bersahabat dengan media, namun tetap teguh pada aturan. Ia membuktikan bahwa pengayom tak selalu harus hadir dengan sirine,cukup dengan sapaan ramah yang tulus. (DIX)