![]()
(Kajian Kritis Kebijakan Nasional Menggunakan Perspektif Analisis William N. Dunn)
Garut Artikel,TRIBUNPRIBUMI.com – Desa telah menempati posisi penting dalam arsitektur pemerintahan Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur urusan pemerintahan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal. Ketentuan ini menggeser paradigma lama, bahwa desa bukan lagi sekadar unit administratif yang bergantung pada struktur di atasnya, melainkan subjek pembangunan yang otonom dan berdaya.
Dalam perjalanannya, kebijakan Dana Desa menjadi salah satu instrumen paling strategis untuk menggerakkan pembangunan di akar rumput. Sejak digulirkan tahun 2015, dana ini terbukti membawa transformasi signifikan dalam peningkatan infrastruktur, pelayanan publik, hingga pemberdayaan ekonomi.
Namun belakangan muncul wacana bahkan implementasi pemangkasan Dana Desa dengan alasan penyesuaian fiskal dan kebutuhan pembiayaan sektor lain. Kebijakan tersebut menimbulkan polemik karena menyentuh aspek fundamental dari keberlanjutan pembangunan desa.
Untuk memahami persoalan ini secara objektif, pendekatan analisis kebijakan William N. Dunn memberikan kerangka yang komprehensif, mencakup orientasi empiris, evaluatif, dan normatif. Ketiga dimensi ini membantu menilai apakah pemangkasan Dana Desa merupakan kebijakan yang rasional, adil, dan efektif dalam konteks pembangunan nasional jangka panjang.
1. Orientasi Empiris: Fakta Lapangan yang Tidak Bisa Diabaikan
Sejak diberlakukannya Dana Desa, ribuan desa di seluruh Indonesia mengalami percepatan pembangunan yang sebelumnya sulit diwujudkan. Di berbagai wilayah, Dana Desa telah menghasilkan:
pembangunan jalan desa, drainase, jembatan kecil, serta infrastruktur dasar lainnya,
peningkatan fasilitas umum seperti posyandu, balai desa, sarana sanitasi, dan ruang terbuka publik,
tumbuhnya berbagai program pemberdayaan ekonomi: BUMDes, pelatihan wirausaha, kelompok tani, hingga pengembangan wisata desa,
meningkatnya kegiatan sosial dan pendidikan nonformal yang mendorong kualitas SDM pedesaan.
Data empiris ini menegaskan bahwa Dana Desa bukan hanya suntikan anggaran, tetapi fondasi pembangunan desa modern. Tanpa dukungan fiskal, sebagian besar desa tidak memiliki sumber pendapatan alternatif yang cukup untuk membiayai program strategis.
Namun di sisi lain, fakta lapangan juga menunjukkan beberapa permasalahan: masih ada desa yang memiliki kapasitas perencanaan rendah, masih terdapat kesalahan administrasi, dan keterbatasan SDM menyebabkan pelaksanaan beberapa program belum optimal. Tetapi kelemahan ini merupakan tantangan penguatan kapasitas, bukan alasan untuk memotong anggaran.
Pemangkasan Dana Desa tidak menyelesaikan masalah kapasitas. Justru akan memperburuk kesenjangan antara desa yang maju dan desa yang tertinggal.
2. Orientasi Evaluatif: Apakah Pemangkasan Mencapai Tujuan Kebijakan?
Dana Desa sejak awal dirancang untuk:
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
memperkuat pelayanan publik desa,
mendorong kemandirian ekonomi lokal,
mengurangi kesenjangan antarwilayah,
mempercepat transformasi desa tradisional menjadi desa yang produktif dan adaptif.
Evaluasi selama satu dekade terakhir menunjukkan banyak desa yang mampu mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel, bahkan menuai kesuksesan yang diakui di tingkat nasional. Namun pemangkasan Dana Desa akan menghambat tujuan-tujuan tersebut secara langsung.
Dampaknya antara lain:
program pembangunan tertunda atau batal dilaksanakan,
kualitas infrastruktur menurun karena minimnya pemeliharaan,
pelayanan publik berkurang akibat keterbatasan operasional,
pemberdayaan ekonomi desa stagnan,
kesenjangan antarwilayah semakin melebar.
Dengan demikian, dari perspektif evaluatif, pemangkasan Dana Desa bertentangan dengan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebuah kebijakan publik dapat dikatakan tidak efektif apabila hasilnya justru berlawanan dengan tujuan awal.
3. Orientasi Normatif: Keadilan sebagai Pilar Kebijakan Publik
Keadilan distributif adalah prinsip fundamental dalam kebijakan fiskal negara. Desa, sebagai ujung tombak pemerintahan, memikul tanggung jawab pelayanan publik yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Maka negara berkewajiban menyediakan sumber daya yang proporsional dengan tanggung jawab tersebut.
Pemangkasan Dana Desa tanpa mekanisme kompensasi atau alternatif merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan kaidah keadilan kebijakan. Beban desa tetap besar, tetapi dukungan fiskalnya dikurangi. Ini menimbulkan ketidakseimbangan struktural antara kewenangan dan sumber daya.
Lebih jauh, pemangkasan tersebut berpotensi menghambat pemerataan pembangunan yang menjadi mandat konstitusi. Jika desa dianggap sebagai pilar pembangunan nasional, maka logis bahwa negara memperkuatnya, bukan melemahkannya.
4. Dampak Jangka Panjang: Mengancam Kemandirian Desa
5.
Dalam jangka panjang, pemangkasan Dana Desa dapat menimbulkan dampak struktural, antara lain:
Desa kembali menjadi unit administratif pasif yang hanya menjalankan instruksi, bukan aktor pembangunan.
Ketergantungan meningkat, karena desa tidak memiliki sumber pendanaan lain yang memadai.
Inovasi mandek, sebab desa kehilangan ruang untuk mengembangkan program kreatif.
Potensi sosial ekonomi desa tidak tergarap, padahal sektor desa berkontribusi besar terhadap ketahanan pangan dan ekonomi nasional.
Migrasi ke kota meningkat, akibat desa tidak lagi menjadi tempat yang layak untuk tumbuh dan bekerja.
Konsekuensi ini menunjukkan bahwa pemangkasan Dana Desa bukan hanya persoalan anggaran, tetapi ancaman terhadap masa depan pembangunan nasional.
5. Jalan Keluar: Memperkuat Tata Kelola, Bukan Memotong Anggaran
Jika alasan pemangkasan adalah masalah pengelolaan dan pengawasan, solusinya bukanlah mengurangi anggaran, tetapi memperbaiki sistem tata kelola desa melalui:
peningkatan kapasitas aparatur desa,
pendampingan intensif dari tenaga profesional,
digitalisasi administrasi dan transparansi anggaran,
penguatan audit berbasis risiko,
pembinaan hukum bagi desa yang mengalami kendala administratif.
Dengan langkah-langkah tersebut, Dana Desa dapat semakin efektif dan aman dari penyalahgunaan.
Menunda Kemajuan Desa Sama dengan Menunda Kemajuan Bangsa
Dari analisis empiris, evaluatif, dan normatif, kebijakan pemangkasan Dana Desa tidak memenuhi kriteria rasionalitas kebijakan publik. Desa telah terbukti menjadi motor pembangunan. Mengurangi anggarannya berarti menahan laju kemajuan masyarakat di tingkat paling dasar.
Desa bukan objek beban fiskal, tetapi investasi strategis jangka panjang bagi Indonesia. Jika negara gagal menjaga komitmennya, pembangunan nasional akan kehilangan pijakan yang paling vital.
Membangun desa adalah membangun Indonesia Dan melemahkan desa berarti melemahkan masa depan bangsa.
