Libas Mantapkan Pengawalan Ekologi Garut: Tedi Sutardi Tegaskan RTH Kehati Copong Harus Dijaga Tanpa Henti

Loading

Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Komitmen menjaga ruang hijau di Kabupaten Garut kembali memperoleh penguatan melalui langkah nyata Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (Libas). Ketua Libas, Tedi Sutardi, menegaskan bahwa pihaknya akan terus bekerja menjaga, merawat, serta membenahi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kehati Copong salah satu kawasan konservasi paling penting di kota ini.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan Tedi saat meninjau langsung kondisi terbaru di lapangan pada Sabtu (22/11/2025). Dalam pemantauan tersebut, ia melihat beberapa bagian area yang membutuhkan perawatan lanjutan, sekaligus memetakan kembali kebutuhan penataan untuk menjaga fungsi ekologis kawasan.

“Kami bersama seluruh anggota tidak pernah berhenti, bahkan tidak akan berhenti. Setiap hari selalu ada yang dikerjakan. Merawat lingkungan itu bukan acara seremonial, tetapi tugas yang harus dilakukan terus-menerus,” ujar Tedi.

RTH Kehati Copong, Kawasan Hijau yang Memiliki Nilai Strategis

RTH Kehati Copong dikenal masyarakat sebagai kawasan ekologis penting dengan kekayaan flora dan fauna endemik. Tidak hanya menjadi paru-paru kota, kawasan ini berfungsi sebagai laboratorium alam, tempat edukasi, sekaligus resapan air yang menjaga keseimbangan ekosistem mikro di wilayah perkotaan Garut, Jawa Barat.

Keberagaman hayatinya menjadikan kawasan ini kerap digunakan untuk penelitian akademisi, kegiatan observasi pelajar, hingga aktivitas komunitas pecinta alam. Banyak lembaga pendidikan datang ke kawasan ini untuk melakukan pemetaan biodiversitas, serta mempelajari fungsi ekologis yang melekat pada berbagai vegetasi di dalamnya.

“RTH Kehati Copong bukan sekadar taman. Ini adalah ruang hidup bagi banyak flora dan fauna,” jelas Tedi.

Kerja Lapangan: Dari Penataan Jalur, Pemulihan Vegetasi hingga Penjagaan Habitat

Dalam kunjungan lapangan tersebut, Tedi menjelaskan bahwa setiap hari para anggota Libas melakukan berbagai pekerjaan fisik agar kawasan tetap terjaga. Kegiatan itu meliputi:

pembersihan jalur ekowisata,

penataan ulang area yang rusak,

pemulihan tanaman endemik,

pengawasan habitat fauna,

hingga penanaman kembali tanaman yang mati atau rusak.

Libas juga melakukan patroli rutin guna memastikan kawasan tidak digunakan untuk aktivitas yang dapat merusak lingkungan, seperti membuang sampah, menebang pohon secara ilegal, atau merusak fasilitas umum.

“Kalau ada tanaman yang mati, kami langsung ganti. Kalau ada area yang rusak, kami perbaiki. Tidak boleh dibiarkan, karena setiap kerusakan kecil pasti berdampak pada ekosistem,” tambahnya.

Edukasi Lingkungan Jadi Pilar Terpenting Perubahan

Selain melakukan kerja fisik, Libas juga terus memperkuat edukasi sebagai bagian dari program utama. Menurut Tedi, pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga ruang hijau akan menentukan keberlanjutan kawasan itu sendiri.

Berbagai kegiatan edukatif terus digelar, mulai dari:

dialog lingkungan bersama warga,

pembinaan generasi muda,

program belajar langsung di lapangan,

hingga kolaborasi dengan sekolah dan universitas di Garut.

Tidak jarang, pelajar dan mahasiswa diajak turun langsung untuk memahami proses konservasi dan mengenali keragaman hayati di RTH Kehati Copong.

“Perubahan perilaku itu lahir dari pengetahuan. Kalau masyarakat tahu nilainya, mereka akan ikut menjaga,” jelasnya.

Kolaborasi Jadi Kunci: Libas Ajak Pemerintah dan Warga Berperan

Dalam pernyataannya, Tedi menegaskan bahwa merawat RTH Kehati Copong tidak mungkin hanya dilakukan satu pihak. Pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas lingkungan, bahkan masyarakat sekitar harus memainkan peran masing-masing.

Pemerintah kabupaten menurutnya memiliki tanggung jawab dalam hal pendanaan, kebijakan, serta regulasi perlindungan kawasan hijau. Namun peran masyarakat tetap yang paling menentukan, karena merekalah pihak yang bersinggungan langsung dengan kawasan setiap hari.

“Sebesar apa pun usaha kami, hasilnya tidak akan maksimal jika masyarakat tidak peduli. Maka dari itu, kami selalu mendorong partisipasi publik,” ujar Tedi.

Ia pun mengapresiasi pihak-pihak yang selama ini berkolaborasi aktif dengan Libas, mulai dari instansi pemerintah, komunitas pecinta alam, hingga para relawan.

Kehati Copong, Simbol Kepedulian Ekologi Garut

Seiring meningkatnya kesadaran ekologis masyarakat Garut, RTH Kehati Copong kini dianggap sebagai simbol gerakan pelestarian lingkungan. Keberadaannya menunjukkan bahwa kerja kolektif mampu menciptakan ruang hijau yang sehat, terjaga, dan bermanfaat untuk jangka panjang.

“Kawasan ini akan terus kami jaga sebagai ruang hijau percontohan. Ini akan menjadi pusat edukasi, konservasi, dan tempat belajar bagi generasi mendatang,” ungkap Tedi.

Gerakan yang Akan Terus Meluas

Dalam penutupnya, Tedi memastikan bahwa semangat Libas tidak akan berhenti pada RTH Kehati Copong saja. Ke depan, pihaknya akan memperluas gerakan konservasi ke ruang-ruang hijau lain di Kabupaten Garut. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan ekologi daerah, sekaligus membantu menciptakan lingkungan hidup yang sehat untuk seluruh warga.

“Menjaga alam bukan hanya tugas aktivis. Ini tugas semua warga Garut. Kalau kita bergerak bersama, masa depan lingkungan kita akan jauh lebih baik,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *