![]()
Bandung,TRIBUNPRIBUMI.com – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan gaya hidup serba instan, sosok Zarina Deen muncul membawa pesan yang menyejukkan. Seniman muda asal Kabupaten Bandung ini memilih kuas dan kanvas sebagai media perjuangan, bukan untuk ketenaran, melainkan untuk menyuarakan kepedulian terhadap alam dan hewan endemik Indonesia.
Bagi Zarina, seni bukan sekadar soal warna dan bentuk. Ia meyakini bahwa setiap goresan memiliki jiwa, setiap sapuan warna menyimpan pesan. Melalui karya-karya lukisnya, ia ingin menggugah kesadaran masyarakat bahwa di balik keindahan alam Nusantara, ada kehidupan yang tengah terancam punah.
“Karya seni saya bukan sekadar karya, tapi juga bentuk kampanye lingkungan,” ujar Zarina saat ditemui di sebuah pameran seni di Kabupaten Bandung, Sabtu (01/11/2025).
“Saya ingin masyarakat sadar bahwa hewan-hewan endemik adalah bagian penting dari identitas bangsa.”
Mengabadikan Keindahan dan Kerapuhan Alam di Atas Kanvas
Dalam setiap karyanya, Zarina mengangkat tema tentang hewan-hewan khas Indonesia seperti jalak bali, anoa, tarsius, komodo, hingga burung cenderawasih. Gaya realis berpadu dengan ekspresi warna yang kuat menjadi ciri khasnya menampilkan pesona sekaligus kerapuhan fauna Indonesia di tengah ancaman kerusakan alam.
Salah satu lukisan yang paling menyentuh berjudul “Sayap Terakhir Cenderawasih”. Di sana, seekor burung cenderawasih tampak terbang di atas hutan gundul, menggambarkan kesepian dan perjuangan terakhir satwa endemik yang kehilangan habitatnya.
“Saya ingin orang yang melihatnya bukan hanya kagum, tapi juga tersentuh dan terdorong untuk berbuat sesuatu,” kata Zarina dengan nada lembut namun tegas.
Seruan untuk Pemerintah dan Masyarakat
Bagi Zarina, pelestarian hewan endemik bukan hanya tugas para pecinta alam. Ia menyerukan agar pemerintah lebih tegas dan serius dalam melindungi habitat satwa liar Indonesia.
“Jangan sampai anak cucu kita hanya mengenal mereka dari buku pelajaran, bukan dari alam aslinya,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pendidikan lingkungan sejak dini, agar kesadaran mencintai alam tumbuh bersama proses belajar anak-anak.
“Kalau anak-anak sudah paham pentingnya menjaga lingkungan, mereka akan tumbuh jadi generasi yang peduli,” tambahnya.
Seni sebagai Bahasa Universal untuk Alam
Karya-karya Zarina kini mulai dikenal luas, bahkan sering diundang dalam pameran seni bertema lingkungan di berbagai kota. Banyak pengamat menilai bahwa setiap lukisannya mengandung kekuatan emosional yang mampu menyentuh nurani.
“Seni itu bahasa universal,” tuturnya. “Kadang satu lukisan bisa lebih kuat dari seribu pidato.”
Melalui warna dan simbolisme, Zarina percaya ia bisa berbicara langsung kepada hati manusia tanpa perlu kata-kata yang rumit.
Dedikasi Seorang Seniman untuk Bumi
Perjalanan Zarina tidak selalu mudah. Awalnya banyak yang meragukan idealismenya menggabungkan seni dan isu lingkungan. Namun kini, ia justru dikenal sebagai simbol seniman muda yang berani membawa pesan ekologis melalui karya.
“Saya ingin menjadi bagian dari gerakan besar untuk menjaga alam Indonesia,” ucapnya penuh semangat. “Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?”
Dengan setiap goresan kuasnya, Zarina tidak sekadar melukis hewan endemik di atas kanvas. Ia sedang melukis harapan — tentang masa depan Indonesia yang hijau, lestari, dan penuh cinta terhadap alam.
(Agus S.)
