Proyek Pemerintah di Cimahi Disorot: Papan Informasi Tak Terpasang, Transparansi Dipertanyakan

Loading

Cimahi,TRIBUNPRIBUMI.com – Fenomena proyek pemerintah tanpa papan informasi kembali mencuat di Kota Cimahi. Dari hasil pantauan lapangan, dua lokasi proyek pemerintah yakni Kantor Kecamatan Cimahi Utara dan Kantor Kecamatan Cimahi Selatan diketahui melaksanakan kegiatan pembangunan tanpa memasang papan informasi proyek sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.

Padahal, papan informasi bukan sekadar formalitas. Ia merupakan simbol transparansi dan akuntabilitas publik yang harus dipenuhi setiap penggunaan dana negara. Di dalamnya tercantum identitas proyek, pelaksana kegiatan, nilai kontrak, sumber anggaran, dan jangka waktu pengerjaan. Ketika elemen penting itu tidak dipasang, publik otomatis kehilangan hak dasar untuk mengetahui dan mengawasi jalannya proyek.

Melanggar Sejumlah Regulasi

Tindakan tidak memasang papan informasi proyek bukan hal sepele. Secara hukum, hal itu melanggar berbagai aturan yang secara tegas mengatur keterbukaan dan pelaksanaan pekerjaan pemerintah, di antaranya:

Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,

Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, dan

Permen PUPR No. 07/PRT/M/2019.

Dalam aturan itu ditegaskan bahwa setiap pelaksanaan proyek pemerintah wajib menampilkan informasi publik di lokasi kegiatan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini bisa berujung pada sanksi administratif berupa teguran tertulis, peringatan, atau bahkan denda finansial sesuai tingkat pelanggaran.

Namun ironisnya, di lapangan justru banyak pelaksana proyek yang mengabaikan kewajiban tersebut, seolah-olah hukum hanyalah lembaran kertas tanpa daya paksa.

Pengakuan Camat Cimahi Utara: “Sudah Disuruh Pasang, Tapi Belum Dipasang”

Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Camat Cimahi Utara, Syamsul, tidak menampik adanya kelalaian pemasangan papan informasi di wilayahnya. Ia mengaku sudah mengingatkan pihak pelaksana, namun pemasangan baru dilakukan setelah media menyorot persoalan ini.

“Papan informasi proyek sejak minggu kemarin sudah ada, sudah disuruh pasang, tapi belum dipasang-pasang. Barusan saya tanyakan, dan sekarang baru dipasang,” kata Syamsul melalui aplikasi WhatsApp.

Ketika ditanya mengapa pelaksana proyek lalai, Syamsul menanggapi singkat,

“Mungkin lupa. Kalau mau lebih jelas, silakan ditanyakan kepada pemborongnya langsung.”

Pernyataan itu menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah setempat terhadap pelaksana proyek di wilayahnya. Seolah tanggung jawab transparansi publik bisa dipinggirkan dengan alasan “lupa”.

Konsultan Mengaku Tak Tahu Siapa Pemborongnya

Lebih mengejutkan lagi, di lokasi proyek, seorang pria yang mengaku sebagai konsultan menyatakan dirinya tidak mengetahui siapa pihak pemborong atau pelaksana proyek tersebut.

“Saya tidak tahu siapa pemborongnya. Saya hanya konsultan,” ujarnya. Rabu, (15/10/2025).

Pernyataan itu menambah tanda tanya besar: bagaimana sebuah pekerjaan fisik pemerintah bisa berjalan tanpa kejelasan siapa pelaksananya, dan tanpa pengawasan yang memadai dari instansi teknis?

Dinas PUPR Pun Tak Tahu

Saat dimintai keterangan, seorang staf Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Cimahi mengaku tidak mengetahui adanya kegiatan pembangunan atau rehabilitasi di kantor kecamatan.

“Saya tidak tahu, Pak. Tidak ada informasi tentang pembangunan atau rehab di kantor kecamatan. Seharusnya kalau itu menggunakan anggaran negara, kami pasti menerima pemberitahuan, termasuk terpasangnya papan informasi,” ujarnya.

Keterangan ini memperlihatkan adanya disfungsi koordinasi antarinstansi pemerintah, di mana proyek berjalan tanpa sepengetahuan dinas teknis yang seharusnya menjadi pengawas utama.

Ahli Hukum: Ini Pelanggaran Asas Transparansi Publik

Seorang warga Cimahi yang memahami bidang hukum dan regulasi publik, meminta namanya tidak dipublikasikan, menjelaskan bahwa proyek tanpa papan informasi merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas keterbukaan publik.

“Setiap pekerjaan yang menggunakan anggaran negara wajib memberikan informasi sesuai UU No. 14 Tahun 2008. Prinsipnya, masyarakat berhak tahu dan berhak mengawasi. Walaupun sanksinya administratif, tapi ini bentuk kelalaian serius,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa pengawas proyek yang tidak menindak pelanggaran semacam ini harus bertanggung jawab. Jika tidak ada tindakan dari pihak pelaksana maupun pengawas, masyarakat dapat mengajukan laporan atau surat resmi kepada Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai atasan tertinggi pejabat administrasi.

“Sekda berhak memberikan teguran langsung kepada pejabat atau pelaksana yang lalai. Ini bukan sekadar teguran teknis, tapi bagian dari tanggung jawab moral dan hukum terhadap penggunaan uang rakyat,” tambahnya.

Baru Dipasang Setelah Disorot Media

Setelah isu ini mencuat dan dikonfirmasi oleh media, papan informasi proyek di Kantor Kecamatan Cimahi Utara mendadak dipasang. Kejadian ini memperkuat dugaan bahwa pemasangan dilakukan bukan karena kesadaran hukum, melainkan karena tekanan publik dan sorotan media.

Sikap reaktif seperti ini menggambarkan lemahnya budaya transparansi di kalangan pelaksana proyek pemerintah. Publik seolah baru dianggap penting ketika ada sorotan pemberitaan.

Kontrol Sosial yang Harus Diperkuat

Keterbukaan informasi publik adalah fondasi utama dalam mencegah penyimpangan anggaran. Ketika papan proyek tak terpasang, masyarakat kehilangan alat kontrol paling dasar terhadap kegiatan pemerintah. Padahal, proyek tanpa identitas ibarat kapal tanpa bendera tak ada yang tahu siapa nakhodanya, berapa biayanya, dan ke mana arah tujuannya.

Persoalan di Cimahi ini menjadi cerminan bahwa pengawasan publik masih sangat lemah. Pemerintah daerah seharusnya tidak menunggu media atau masyarakat bersuara, melainkan proaktif menegakkan aturan dan memastikan seluruh pelaksanaan proyek mengikuti prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan profesionalitas.

Catatan Redaksi

Kejadian proyek tanpa papan informasi bukan hanya terjadi di Cimahi, melainkan kerap muncul di berbagai daerah di Indonesia. Namun, selama sanksi hanya bersifat administratif dan tidak ada ketegasan dari pengawas maupun pejabat terkait, pelanggaran seperti ini akan terus berulang merusak kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan.

Di sisi lain awak media menilai, sudah saatnya pemerintah daerah menegakkan aturan dengan sungguh-sungguh. Transparansi bukan pilihan, melainkan kewajiban hukum dan moral dalam setiap rupiah uang rakyat yang digunakan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *