Gelombang Resah Kades di Garut: Oknum Mengaku Wartawan dari Bandung Diduga Lakukan Teror Minta Sumbangan,Ini Bisa Dijerat UU ITE dan KUHP

Loading

Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Gelombang keresahan menyelimuti para Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mereka bukan sedang bermasalah dengan anggaran atau pembangunan desa, melainkan harus berhadapan dengan teror dari seorang oknum yang mengaku sebagai wartawan asal Bandung. 

Menurut penuturan salah seorang Kades dia (Oknum) yang mengaku Wartawan dengan modus meminta sumbangan untuk kegiatan yang tidak jelas, oknum ini diduga nekat menebar intimidasi lewat panggilan dan pesan WhatsApp saat keinginannya tidak dipenuhi.

Salah seorang Kades dinwilayah Garut bagian Selatan menuturkan bagaimana dirinya diteror berulang kali hanya karena belum ada uang atas adanya permintaan sumbangan dari oknum tersebut.
 

“Dia mengaku wartawan dari Bandung, meminta sumbangan tanpa bukti acara yang jelas, bahkan tidak ada surat resmi. Setelah saya belum ada uang, saya malah diteror lewat WhatsApp dengan telepon berkali-kali dan kata-kata menekan. Ini jelas sudah melewati batas,” ujarnya, Sabtu malam (13/09/2025).

Profesi Wartawan Dicoreng

Kalangan jurnalis asli Garut geram dengan aksi tersebut. Mereka menilai tindakan itu merusak martabat pers yang sejatinya bekerja berdasarkan fakta dan kode etik jurnalistik.

“Ini bukan wartawan, melainkan penumpang gelap yang menggunakan nama pers untuk kepentingan pribadi. Kalau dibiarkan, publik akan salah kaprah dan menganggap wartawan tukang peras. Kami akan telusuri identitasnya dan serahkan ke aparat apabila ada bukti jelas sesuai fakta dan data,” tegas seorang wartawan senior Garut.

Riki Rustiana, perwakilan wartawan Garut, bahkan menegaskan tidak ada kompromi untuk kasus seperti ini. “Profesi wartawan adalah pilar demokrasi, dijalankan dengan integritas, bukan untuk menekan apalagi memeras apalagi menjadi pengemis dan meminta minta sumbangan. Kami tegaskan, wartawan bukan pengemis, bukan pemeras, dan bukan teroris,tidak untuk meminta sumbangan,” ujarnya lantang.

Perspektif Hukum: Bisa Terjerat UU ITE dan KUHP

Dari kacamata hukum, aksi oknum ini dapat masuk kategori pemerasan maupun teror digital. Praktisi hukum menilai, ada beberapa pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku.

Pasal 368 KUHP: Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan ancaman kekerasan atau ancaman pencemaran nama baik untuk memberikan sesuatu, dapat dipidana penjara hingga 9 tahun.

Pasal 335 KUHP: Mengatur tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.

Pasal 27 ayat (4) UU ITE: Melarang distribusi atau transmisi informasi elektronik yang bermuatan pemerasan atau pengancaman. Sanksinya berat, yakni pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.

Jika terbukti, oknum yang mencatut profesi wartawan ini bisa dikenakan hukuman ganda, baik melalui KUHP maupun UU ITE.

Ancaman Serius bagi Desa dan Demokrasi

Bagi para Kades, teror semacam ini bukan hanya mengganggu psikologis, tetapi juga mengancam jalannya pemerintahan desa. Jika tidak ditindak tegas, maka praktik serupa bisa meluas dan menciptakan preseden buruk.

“Kalau ini dibiarkan, nanti akan semakin banyak oknum yang berani menggunakan nama wartawan untuk menekan desa. Ini bukan sekadar mengganggu kerja, tapi sudah mengarah pada pemerasan sistematis,” ujar salah satu Kades di Garut Utara.

Desakan Tindakan Nyata Aparat

Kini para Kades kompak meminta aparat kepolisian segera bertindak. Mereka mendesak agar kasus ini diusut tuntas, identitas pelaku dibuka, dan proses hukum berjalan transparan.

“Ini sudah meresahkan, bahkan bisa menggerogoti wibawa pers. Aparat harus segera bergerak, karena dampaknya bukan hanya ke desa, tapi ke demokrasi lokal. Wartawan sejati berdiri di atas kebenaran, bukan ancaman,” pungkas salah satu jurnalis senior Garut.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik. Para wartawan di Garut berkomitmen mengawal laporan resmi kepada pihak kepolisian dengan membawa bukti digital berupa rekaman dan percakapan WhatsApp. Harapannya, langkah hukum yang tegas bisa memberi efek jera agar tidak ada lagi oknum yang seenaknya mengatasnamakan profesi wartawan untuk mencari keuntungan pribadi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *