Garut,TRIBUNPRIBUMI.com – Transparansi pengelolaan Dana Desa menjadi isu sensitif yang kerap memunculkan pro-kontra di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Garut. Tidak sedikit desa yang terseret polemik akibat dugaan penyalahgunaan anggaran hingga praktik proyek fiktif. Namun, di tengah situasi tersebut, Desa Gandamekar, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat justru berusaha tampil berbeda.
Kepala Desa Gandamekar, Aceng Warso, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menjadikan transparansi dan prioritas anggaran sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Prinsip keterbukaan, menurutnya, bukan hanya kewajiban formal, tetapi menjadi kebutuhan mendasar untuk membangun kepercayaan antara pemerintah desa dan masyarakat.
“Bagi kami, Dana Desa harus dikelola secara hati-hati dan terbuka. Kami prioritaskan untuk kebutuhan yang benar-benar dirasakan masyarakat, dan setiap prosesnya harus bisa dilihat dan diawasi publik. Itu skala prioritas kami,” ujar Aceng Warso saat diwawancarai melalui sambungan Whatsapp miliknya. Sabtu, (06/09/2025).
Alokasi Dana Desa: Dari Infrastruktur hingga Pemberdayaan
Dana Desa Gandamekar digunakan untuk beberapa sektor utama. Prioritas pertama adalah pembangunan infrastruktur seperti jalan lingkungan, drainase, serta sarana air bersih. Infrastruktur ini dinilai penting untuk membuka akses ekonomi warga dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain itu, melalui Badan Usaha Milik Desa (BUNDesa) dan program pemberdayaan masyarakat juga menjadi perhatian khusus. Melalui pelatihan UMKM, pertanian, serta bantuan modal usaha, Pemerintah Desa Gandamekar berupaya agar Dana Desa tidak hanya habis untuk pembangunan fisik, tetapi juga menyentuh aspek peningkatan ekonomi warga.
“Kami ingin warga tidak hanya punya jalan bagus, tapi juga punya usaha yang berkembang. Dana Desa bisa menjadi pemicu tumbuhnya ekonomi kerakyatan di Gandamekar,” jelas Aceng.
Keterbukaan yang Dipraktikkan
Menariknya, Gandamekar memiliki pola keterbukaan yang jarang ditemui di desa lain. Setiap realisasi anggaran dipublikasikan secara terbuka melalui papan informasi desa, website resmi, hingga musyawarah desa terbuka. Warga diberikan akses luas untuk mengetahui berapa jumlah dana yang diterima, untuk apa digunakan, dan sejauh mana progresnya.
“Setiap rupiah kami catat dan tampilkan. Masyarakat bisa melihat langsung tanpa harus bertanya-tanya. Transparansi ini menjadi benteng kami dari fitnah dan dugaan yang tidak-tidak,” tegas Aceng.
Seorang tokoh masyarakat Gandamekar, yang enggan disebutkan namanya, mengakui adanya perbedaan signifikan sejak Aceng memimpin. “Sekarang informasi lebih terbuka. Kalau dulu warga hanya tahu ada proyek, sekarang bisa tahu anggarannya, sumber dananya, bahkan siapa pelaksananya. Ini perubahan besar,” ungkapnya.
Menghadang Potensi Penyalahgunaan
Fenomena penyalahgunaan Dana Desa bukanlah cerita baru. Laporan KPK dan Kemendagri dalam beberapa tahun terakhir menyebutkan, tidak sedikit perangkat desa yang terjerat kasus hukum akibat penyalahgunaan dana miliaran rupiah. Di Garut sendiri, beberapa desa sempat menjadi sorotan akibat dugaan proyek fiktif hingga penyaluran BLT yang tidak tepat sasaran.
Namun, Gandamekar berusaha mematahkan stigma tersebut. Transparansi yang dijalankan desa ini menjadi “tameng” untuk meminimalisir penyalahgunaan.
“Kalau semua terbuka, ruang penyalahgunaan akan semakin sempit. Transparansi adalah kontrol paling efektif,” ujar Aceng.
Partisipasi Masyarakat Jadi Kunci
Selain menekankan keterbukaan informasi, Pemerintah Desa Gandamekar juga rutin menggelar forum evaluasi dan musyawarah desa. Dalam forum ini, warga diberi kesempatan luas untuk memberikan masukan, kritik, maupun koreksi terhadap kinerja pemerintah desa.
“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Semua program harus dibicarakan bersama warga agar tepat sasaran. Kritik itu kami jadikan bahan evaluasi, bukan dianggap serangan,” kata Aceng.
Pendekatan partisipatif ini membuat warga merasa lebih memiliki desa. Kepercayaan publik pun terbangun, sehingga program-program desa berjalan lancar dengan dukungan penuh masyarakat.
Gandamekar Sebagai Model Desa Transparan
Di tengah maraknya kasus Dana Desa di berbagai daerah, Gandamekar menunjukkan bahwa tata kelola yang transparan bukan hal mustahil. Bahkan, praktik yang diterapkan bisa menjadi model bagi desa lain di Kabupaten Garut.
“Kalau semua desa berani seterbuka ini, saya yakin kepercayaan publik terhadap pemerintah desa akan meningkat. Dana Desa itu milik rakyat, jadi rakyat berhak tahu,” ujar seorang aktivis lokal yang sering mengawal isu anggaran desa.
Harapan ke Depan
Kepala Desa Gandamekar berharap, prinsip transparansi yang sudah dibangun bisa terus dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Menurutnya, keterbukaan bukan sekadar tren, tetapi fondasi untuk membangun desa yang mandiri, maju, dan sejahtera.
“Desa akan maju kalau ada kepercayaan dari masyarakat. Dan kepercayaan itu lahir dari keterbukaan. Selama saya memimpin, transparansi dan prioritas anggaran akan tetap menjadi nafas pemerintahan Gandamekar,” tutup Aceng Warso. (*)